Ummu Kultsum adalah adik Ruqayyah ,
putri Rasulullah . Ia telah menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab, saudara Utbah
yang telah menikahi Ruqayyah, sebelurn mereka mengenal Islam. Lalu ketika
Rasulullah . telah diangkat menjadi Nabi, ia dan saudara-saudaranya memeluk
Islam dengan lapang dada. Dan dakwah Nabi . yang selalu ditentang oleh Abu
lahab beserta keluarganya ini, menyebabkan Allah telah mewahyukan kepada Nabi .
firman-Nya yang berbunyi, Maka celakalah kedua tangan Abu lahab’(Al-lahab: 1) ‘
Setelah tutun ayat ini, Abu lahab berkata kepads Utaibah anaknya, “Kepalaku
tidak halal bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan putri Nabi. Maka dia
pun menceraikan istrinya, Ummu Kultsum begitu saja. Utaibah mendatangi Nabi .
dan mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati Rasulullah . Atas periakuan itu,
maka Rasulullah . telah berdoa kepada Allah, agar mengirimkan anjing-anjing-Nya
untuk membinasakan Utaibah. Dan apa yang telah didoakan oleh Nabi . terhadap
Utaibah itu benar-benar teriadi.
Dalam suatu perjalanan, seekor singa
yang ganas teiah memilih Utaibah di antara teman-temannya untuk diterkam
kepalanya. Utaibah mati dalam keadaan yang sangat mengerikan. Setelah bercerai,
maka Ummu Kultsum kembali tinggal bersama Rasulullah . di Mekkah. Dia ikut
hijrah ke Madinah ketika Rasulullah . berhijrah, kemudian tinggal di sana
bersama keluarga Rasulullah . Ruqayyah dan Ummu Kultsum adalah dua orang
saudara yang perjalanan hidup mereka hampir sama. Mereka berdua teriahir dari
bapak yang sama, ibu yang sama, suami mereka pun kakak beradik yang namanya
mempunyai arti yang sama; Utbah dan Utaibah, mempunyai mertua yang sama, masuk
Islam pada hari yang sama, bercerai pada hari yang sama, dan setelah perceraian
itu, mereka mempunyai suami yang sama pula
Ketika Ruqayyah meninggal dunia,
maka Utsman bin Affan. menikahi Ummu Kultsum yang masih perawan yang belum
terjamah oleb Utaibah. Pada waktu itu adalah bulan Rabi’ul-Awwal, tahun ke-3
Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani. Mereka hidup
bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun.
Ummu Kultsum meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah. Rasulullah
. berkata, ‘Seandainya aku mempunyai sepuluh orang putri, maka aku akan tetap
menikahkan mereka dengan Utsman.’ Ummu Kultsum adaiah seorang wanita yang
cantik. la senang memakai jubah sutra yang bergaris. Pada hari wafatnya,
jenazahnya telah dimandikan oleh Asma’ binti Umais dan Shafiah binti Abdul
Muthalib. jenazahnya ditempatkan di atas sebuah keranda yang terbuat dari
batang polgon palem yang baru dipotong. Dan pada saat penguburannya, Rasulullah
. duduk di dekat kuburan Ummu Kultsum dengan berlinangan air mata. Beliau
berkata, siapa di antara kalian yang tidak bercampur dengan istrinya tadi
malam?’ Abu Thalhah ra. berkata, ‘Aku, ya Rasulullah ‘ lalu Beliau menyuruhnya,
“Turunlah kamu.” Maka Abu Thalhah turun dan menguburkan Ummu Kultsum.
–ooOoo—
Ruqoyyah dan Ummu Kultsum
Lahir dua orang putri dari rahim ibunya,
Khadijah bintu Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza radhiallahu ‘anha.
Menyandang nama Ruqayyah dan Ummu Kultsum radhiallahu ‘anhuma, di bawah
ketenangan naungan seorang ayah yang mulia, Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil
Muththalib Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebelum datang masa sang ayah
diangkat sebagai nabi Allah, Ruqayyah disunting oleh seorang pemuda bernama
‘Utbah, putra Abu Lahab bin ‘Abdul Muththalib, sementara Ummu Kultsum menikah
dengan saudara ‘Utbah, ‘Utaibah bin Abi Lahab. Namun, pernikahan itu tak
berjalan lama. Berawal dengan diangkatnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai nabi, menyusul kemudian turun Surat Al-Lahab yang berisi cercaan
terhadap Abu Lahab, maka Abu Lahab dan istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang.
Dia berkata kepada dua putranya, ‘Utbah dan ‘Utaibah yang menyunting
putri-putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Haram jika kalian berdua
tidak menceraikan kedua putri Muhammad!”
Kembalilah dua putri yang mulia ini
dalam keteduhan naungan ayah bundanya, sebelum sempat dicampuri suaminya.
Bahkan dengan itulah Allah selamatkan mereka berdua dari musuh-musuh-Nya.
Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun berislam bersama ibunda dan saudari-saudarinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan
ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha
disunting oleh seorang sahabat mulia, ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu.
Sebagaimana kaum muslimin yang lain,
mereka berdua menghadapi gelombang ujian yang sedemikian dahsyat melalui tangan
kaum musyrikin Mekkah dalam menggenggam keimanan. Hingga akhirnya, pada tahun
kelima setelah nubuwah, Allah Subhanahu wa Ta’ala bukakan jalan untuk hijrah ke
bumi Habasyah, menuju perlindungan seorang raja yang tidak pernah menzalimi
siapa pun yang ada bersamanya. ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu membawa
istrinya di atas keledai, meninggalkan Mekkah, bersama sepuluh orang sahabat
yang lainnya, berjalan kaki menuju pantai. Di sana mereka menyewa sebuah perahu
seharga setengah dinar.
Di bumi Habasyah, Ruqayyah radhiallahu
‘anha melahirkan seorang putra yang bernama ‘Abdullah. Akan tetapi, putra
‘Utsman ini tidak berusia panjang. Suatu ketika, ada seekor ayam jantan yang
mematuk matanya hingga membengkak wajahnya. Dengan sebab musibah ini, ‘Abdullah
meninggal dalam usia enam tahun.
Perjalanan mereka belum berakhir.
Saat kaum muslimin meninggalkan negeri Makkah untuk hijrah ke Madinah, mereka
berdua pun turut berhijrah ke negeri itu. Begitu pun Ummu Kultsum radhiallahu
‘anha, berhijrah bersama keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selang berapa lama mereka tinggal di
Madinah, bergema seruan perang Badr. Para sahabat bersiap untuk menghadapi
musuh-musuh Allah. Namun bersamaan dengan itu, Ruqayyah bintu Rasulullah
radhiallahu ‘anha diserang sakit. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memerintahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk tetap tinggal menemani
istrinya.
Ternyata itulah pertemuan mereka
yang terakhir. Di antara malam-malam peristiwa Badr, Ruqayyah bintu Rasulullah
radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabbnya karena sakit yang dideritanya.
‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu sendiri yang turun untuk meletakkan jasad
istrinya di dalam kuburnya.
Saat diratakan tanah pekuburan
Ruqayyah radhiallahu ‘anha, terdengar kabar gembira kegemilangan pasukan
muslimin melibas kaum musyrikin yang diserukan oleh Zaid bin Haritsah
radhiallahu ‘anhu. Kedukaan itu berlangsung bersama datangnya kemenangan, saat
Ruqayyah bintu Muhammad radhiallahu ‘anha pergi untuk selama-lamanya pada tahun
kedua setelah hijrah.
Sepeninggal Ruqayyah radhiallahu
‘anha, ‘Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu menawarkan kepada ‘Utsman bin
‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk menikah dengan putrinya, Hafshah bintu ‘Umar
radhiallahu ‘anhuma yang kehilangan suaminya di medan Badr. Namun saat itu
‘Utsman dengan halus menolak. Datanglah ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu
‘anhu ke hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan
kekecewaannya.
Ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala
memilihkan yang lebih baik dari itu semua. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam meminang Hafshah radhiallahu ‘anha untuk dirinya, dan menikahkan ‘Utsman
bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu dengan putrinya, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha.
Tercatat peristiwa ini pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ketiga setelah hijrah.
Enam tahun berlalu. Ikatan kasih itu
harus kembali terurai. Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan
Rabbnya pada tahun kesembilan setelah hijrah, tanpa meninggalkan seorang putra
pun bagi suaminya. Jasadnya dimandikan oleh Asma’ bintu ‘Umais dan Shafiyah
bintu ‘Abdil Muththalib radhiallahu ‘anhuma. Tampak Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam menshalati jenazah putrinya. Setelah itu, beliau duduk di
sisi kubur putrinya. Sembari kedua mata beliau berlinang air mata, beliau
bertanya, “Adakah seseorang yang tidak mendatangi istrinya semalam?” Abu
Thalhah menjawab, “Saya.” Kata beliau, “Turunlah!”
Jasad Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha
dibawa turun dalam tanah pekuburannya oleh ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Fadhl bin
Al-‘Abbas, Usamah bin Zaid serta Abu Thalhah Al-Anshari radhiallahu ‘anhu.
Ruqayyah dan Ummu Kultsum, dua putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
semoga Allah meridhai keduanya…. Wallahu ta’ala a’lamu bish-shawab.
(Sumber Al-Isti’ab, karya Al-Imam
Ibnu ‘Abdil Barr (hal. 1038, bacaan: • Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu
Sa’d 1839-1842, 1952-1953), • Fathul Ats-Tsiqat, karya Al-Imam Ibnu Hibban
(2/105), • (8/36-38), • Siyar A’lamin Bari, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar
Al-‘Asqalani (7/188), • Tahdzibul Kamal, karya Nubala, karya Al-Imam
Adz-Dzahabi (2/250-253), • Al-Imam Al-Mizzi (19/448).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar