Ruqayyah telah menikah dengan Utbah bin Abu lahab sebelum masa kenabian.
Sebenarnya hat itu sangat tidak disukai oleh Khadijah.. Karena ia telah
mengenal perilaku ibu Utbah, yaitu Umrnu jamil binti Harb, yang terkenal
berperangai buruk dan jahat. ta khawatir putrinya akan memperoleh sifat-sifat
buruk dari ibu mertuanya tersebut. Dan ketika Rasulullah . telah diangkat
menjadi Nabi, maka Abu Lahablah, orang yang paling memusuhi Rasulullah . dan
Islam. Abu Lahab telah banyak menghasut orang-orang Mekkah agar memusuhi Nabi .
dan para sahabat . Begitu pufa istrinya, Ummu Jamil yang senantiasa berusaha
mencelakakan Rasulullah . dan memfitnahnya. Atas perilaku Abu lahab dan
permusuhannya yang keras terhadap Rasulullah ., maka Allah telah menurunkan
wahyu-Nya, ‘Maka celakalah kedua tangan Abu lahab, (Al lahab: 1) Setelah ayat
ini turun, maka Abu lahab berkata kepada kedua orang putranya, Utbah dan
Utaibah, ‘Kepalaku tidak haial bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan
Putri Muhammad.’ Atas perintah bapaknya itu, maka Utbah mericeraikan istrinya
tanpa alasan. Setelah bercerai dengan Utbah, kemudian Ruqayyah dinikahkan oleh
Rasulullah . dengan Utsman bin Affan.
Hati Ruqayyah pun berseri-seri dengan pernikahannya ini. Karena Utsman
adalah seorang Muslim yang beriman teguh, berbudi luhur, tampan, kaya raya, dan
dari golongan bangan Quraisy. Setelah pernikahan itu, penderitaan kaum muslimin
bertambah berat, dengan tekanan dan penindasan dari kafirin Quraisy. Ketika semakin
hari penderitaan kaum muslimin, termasuk keluarga Rasulutlah . bertambah berat,
maka dengan berat hati Nabi . mengijinkan Utsman beserta keluarganya dan
beberapa muslim lainnya untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Ketika itu
Rasulullah . bersabda, ‘Pergilah ke negeri Habasyah, karena di sana ada seorang
raja yang terkenal baik budinya, tidak suka menganiaya siapapun, Di sana adalah
bumi yang melindungi kebenaran. Pergilah kalian ke sana. Sehingga Allah akan
membebaskan kalian dari penderitaan ini.’
Maka berangkatlah satu kafilah untuk berhijrah dengan diketuai oleh Utsman
bin Affan. Rasulullah . bersabda tentang mereka, Mereka adalah orang yang
pertama kali hijrah karena Allah setelah Nabi Luth as.’ Setibanya di Habasyah
mereka memperoleh perlakuan yang sangat baik dari Raja Habasyah. Mereka hidup
tenang dan tenteram, hingga datanglah berita bahwa keadaan kaum muslimin di
Mekkah telah aman. Mendengar berita tersebut, disertai kerinduan kepada kampung
halaman, maka Utsman memutuskan bahwa kafilah muslimin yang dipimpimnya itu
akan kembali lagi ke kampung halamannya di Mekkah. Mereka pun kembali. Namun
apa yang dijumpai adalah berbeda dengan apa yang mereka dengar ketika di
Habasyah. Pada masa itu, mereka mendapati keadaan kaum muslimin yang
mendapatkan penderitaan lebih parah lagi. Pembantaian dan penyiksaan atas kaum
muslimin semakin meningkat. Sehingga rombongan ini tidak berani memasuki Mekkah
pada siang hari. Ketika malam telah menyelimuti kota Mekkah, barulah mereka
mengunjungi rumah masingmasing yang dirasa aman. Ruqayyah pun masuk ke
rumahnya, melepas rindu terhadap orang tua dan saudara-saudaranya.
Namun ketika matanya beredar ke sekeliling rumah, ia tidak menjumpai satu
sosok manusia yang sangat ia rindukan. la bertanya, ‘Mana ibu?….. mana ibu?….’
Saudara-saudaranya terdiam tidak menjawab. Maka Ruqayyah pun sadar, orang yang
sangat berarti dalam hidupnya itu telah tiada. Ruqayyah menangis. Hatinya
sangat bergetar, bumi pun rasanya berputar atas kepergiannya. Penderitaan
hatinya, ternyata tidak berhenti sampai di situ. Tidak lama berselang, anak
lelaki satu-satunya, yaitu Abdullah yang lahir ketika hijrah pertama, telah
meninggal dunia pula. Padahal nama Abdullah adalah kunyah bagi Utsman ra.,
yaitu Abu Abdullah. Abdullah masih berusia dua tahun, ketika seekor ayam jantan
mematuk mukanya sehingga mukanya bengkak, maka Allah mencabut nyawanya.
Ruqayyah tidak mempunyai anak lagi setelah itu.
Dia hijrah ke Madinah setelah Rasulullah j. hijrah. Ketika Rasulullah .
bersiap-siap untuk perang Badar, Ruqayyah jatuh sakit, sehingga Rasulullah .
menyuruh Utsman bin Affan agar tetap tinggal di Madinah untuk merawatnya. Namun
maut telah menjemput Ruqayyah ketika Rasulullah . masih berada di medan Badar
pada bulan Ramadhan. Kemudian berita wafatnya ini dikabarkan oleh Zaid bin
Haritsah ke Badar. Dan kemenangan kaum muslimin yang dibawa oleh Rasulullah .
beserta pasukannya dari Badar, ketika masuk ke kota Madinah, telah disambut
dengan berita penguburan Ruqayyah. Pada saat wafatnya Ruqayyah, Rasulullah .
berkata, Bergabunglah dengan pendahulu kita, Utsman bin Maz’un.’
Para wanita menangisi kepergian Ruqayyah. Sehingga Umar bin Khattab. datang
kepada para wanita itu dan memukuli mereka dengan cambuknya agar mereka tidak
keterlaluan dalam menangisi jenazah Ruqayyah. Akan tetapi Rasulullah . menahan
tangan Umar. dan berkata, ‘Biarkaniah mereka menangis, ya Umar. Tetapi
hati-hatilah dengan bisikan syaitan. Yang datang dari hati dan mata adalah dari
Allah dan merupakan rahmat. Yang datang dari tangan dan lidah adalah dari
syaitan.’
–ooOoo–
Ruqoyyah dan Ummu Kultsum
Lahir dua orang putri dari rahim ibunya, Khadijah bintu Khuwailid bin Asad
bin ‘Abdil ‘Uzza radhiallahu ‘anha. Menyandang nama Ruqayyah dan Ummu Kultsum
radhiallahu ‘anhuma, di bawah ketenangan naungan seorang ayah yang mulia,
Muhammad bin ‘Abdillah bin ‘Abdil Muththalib Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebelum datang masa sang ayah diangkat sebagai nabi Allah, Ruqayyah
disunting oleh seorang pemuda bernama ‘Utbah, putra Abu Lahab bin ‘Abdul
Muththalib, sementara Ummu Kultsum menikah dengan saudara ‘Utbah, ‘Utaibah bin
Abi Lahab. Namun, pernikahan itu tak berjalan lama. Berawal dengan diangkatnya
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi, menyusul kemudian turun
Surat Al-Lahab yang berisi cercaan terhadap Abu Lahab, maka Abu Lahab dan
istrinya, Ummu Jamil, menjadi berang. Dia berkata kepada dua putranya, ‘Utbah
dan ‘Utaibah yang menyunting putri-putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Haram jika kalian berdua tidak menceraikan kedua putri Muhammad!”
Kembalilah dua putri yang mulia ini dalam keteduhan naungan ayah bundanya,
sebelum sempat dicampuri suaminya. Bahkan dengan itulah Allah selamatkan mereka
berdua dari musuh-musuh-Nya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum pun berislam bersama
ibunda dan saudari-saudarinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan ganti yang jauh lebih baik. Ruqayyah
bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha disunting oleh seorang sahabat mulia,
‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu.
Sebagaimana kaum muslimin yang lain, mereka berdua menghadapi gelombang
ujian yang sedemikian dahsyat melalui tangan kaum musyrikin Mekkah dalam
menggenggam keimanan. Hingga akhirnya, pada tahun kelima setelah nubuwah, Allah
Subhanahu wa Ta’ala bukakan jalan untuk hijrah ke bumi Habasyah, menuju perlindungan
seorang raja yang tidak pernah menzalimi siapa pun yang ada bersamanya. ‘Utsman
bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu membawa istrinya di atas keledai, meninggalkan
Mekkah, bersama sepuluh orang sahabat yang lainnya, berjalan kaki menuju
pantai. Di sana mereka menyewa sebuah perahu seharga setengah dinar.
Di bumi Habasyah, Ruqayyah radhiallahu ‘anha melahirkan seorang putra yang
bernama ‘Abdullah. Akan tetapi, putra ‘Utsman ini tidak berusia panjang. Suatu
ketika, ada seekor ayam jantan yang mematuk matanya hingga membengkak wajahnya.
Dengan sebab musibah ini, ‘Abdullah meninggal dalam usia enam tahun.
Perjalanan mereka belum berakhir. Saat kaum muslimin meninggalkan negeri
Makkah untuk hijrah ke Madinah, mereka berdua pun turut berhijrah ke negeri
itu. Begitu pun Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha, berhijrah bersama keluarga
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selang berapa lama mereka tinggal di Madinah, bergema seruan perang Badr.
Para sahabat bersiap untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Namun bersamaan dengan
itu, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha diserang sakit. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu
‘anhu untuk tetap tinggal menemani istrinya.
Ternyata itulah pertemuan mereka yang terakhir. Di antara malam-malam
peristiwa Badr, Ruqayyah bintu Rasulullah radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan
Rabbnya karena sakit yang dideritanya. ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu
sendiri yang turun untuk meletakkan jasad istrinya di dalam kuburnya.
Saat diratakan tanah pekuburan Ruqayyah radhiallahu ‘anha, terdengar kabar
gembira kegemilangan pasukan muslimin melibas kaum musyrikin yang diserukan
oleh Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Kedukaan itu berlangsung bersama
datangnya kemenangan, saat Ruqayyah bintu Muhammad radhiallahu ‘anha pergi
untuk selama-lamanya pada tahun kedua setelah hijrah.
Sepeninggal Ruqayyah radhiallahu ‘anha, ‘Umar bin Al Khaththab radhiallahu
‘anhu menawarkan kepada ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu untuk menikah
dengan putrinya, Hafshah bintu ‘Umar radhiallahu ‘anhuma yang kehilangan
suaminya di medan Badr. Namun saat itu ‘Utsman dengan halus menolak. Datanglah
‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu ke hadapan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengadukan kekecewaannya.
Ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihkan yang lebih baik dari itu
semua. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshah radhiallahu
‘anha untuk dirinya, dan menikahkan ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu dengan
putrinya, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha. Tercatat peristiwa ini pada bulan
Rabi’ul Awwal tahun ketiga setelah hijrah.
Enam tahun berlalu. Ikatan kasih itu harus kembali terurai. Ummu Kultsum
radhiallahu ‘anha kembali ke hadapan Rabbnya pada tahun kesembilan setelah
hijrah, tanpa meninggalkan seorang putra pun bagi suaminya. Jasadnya dimandikan
oleh Asma’ bintu ‘Umais dan Shafiyah bintu ‘Abdil Muththalib radhiallahu
‘anhuma. Tampak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalati jenazah
putrinya. Setelah itu, beliau duduk di sisi kubur putrinya. Sembari kedua mata
beliau berlinang air mata, beliau bertanya, “Adakah seseorang yang tidak
mendatangi istrinya semalam?” Abu Thalhah menjawab, “Saya.” Kata beliau,
“Turunlah!”
Jasad Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha dibawa turun dalam tanah pekuburannya
oleh ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Fadhl bin Al-‘Abbas, Usamah bin Zaid serta Abu
Thalhah Al-Anshari radhiallahu ‘anhu. Ruqayyah dan Ummu Kultsum, dua putri
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semoga Allah meridhai keduanya…. Wallahu
ta’ala a’lamu bish-shawab.
(Sumber Al-Isti’ab, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr (hal. 1038, bacaan: •
Ath-Thabaqatul Kubra, karya Al-Imam Ibnu Sa’d 1839-1842, 1952-1953), • Fathul
Ats-Tsiqat, karya Al-Imam Ibnu Hibban (2/105), • (8/36-38), • Siyar A’lamin
Bari, karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani (7/188), • Tahdzibul Kamal, karya
Nubala, karya Al-Imam Adz-Dzahabi (2/250-253), • Al-Imam Al-Mizzi (19/448)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar