Ibrahim dilahirkan di Babylonia, bagian selatan Mesoptamia (sekarang Irak).
Ayahnya bernama Azar, seorang ahli pembuat dan penjual patung.
Nabi Ibrahim Alaihissalam dihadapkan pada suatu kaum yang rusak, yang
dipimpin oleh Raja Namrud, seorang raja yang sangat ditakuti rakyatnya dan
menganggap dirinya sebagai Tuhan.
Sejak kecil Nabi Ibrahim Alaihissalam selalu tertarik memikirkan
kejadian-kejadian alam. Ia menyimpulkan bahwa keajaiban-keajaiban tsb pastilah
diatur oleh satu kekuatan yang Maha Kuasa.
Semakin beranjak dewasa, Ibrahim mulai berbaur dengan masyarakat luas. Salah
satu bentuk ketimpangan yang dilihatnya adalah besarnya perhatian masyarakat
terhadap patung-patung. Nabi Ibrahim Alaihissalam yang telah berketetapan hati
untuk menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjauhi berhala, memohon kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala agar kepadanya diperlihatkan kemampuan-Nya
menghidupkan makhluk yang telah mati. Tujuannya adalah untuk mempertebal iman
dan keyakinannya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memenuhi permintaannya. Atas petunjuk Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, empat ekor burung dibunuh dan tubuhnya dilumatkan serta
disatukan. Kemudian tubuh burung-burung itu dibagi menjadi empat dan
masing-masing bagian diletakkan di atas puncak bukit yang terpisah satu sama
lain. Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan Nabi Ibrahim Alaihissalam untuk
memanggil burung-burung tsb. Atas kuasa-Nya, burung yang sudah mati dan
tubuhnya tercampur itu kembali hidup. Hilanglah segenap keragu-raguan hati
Ibrahim Alaihissalam tentang kebesaran Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Ibrahim menghancurkan berhala kaum Babylonia
Orang pertama yang mendapat dakwah Nabi Ibrahim Alaihissalam adalah Azar,
ayahnya sendiri. Azar sangat marah mendengar pernyataan bahwa anaknya tidak
mempercayai berhala yang disembahnya, bahkan mengajak untuk memasuki
kepercayaan baru menyembah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ibrahim pun diusir dari
rumah.
Ibrahim merencanakan untuk membuktikan kepada kaumnya tentang kesalahan
mereka menyembah berhala. Kesempatan itu diperolehnya ketika penduduk Babylonia
merayakan suatu hari besar dengan tinggal di luar kota selama berhari-hari.
Ibrahim lalu memasuki tempat peribadatan kaumnya dan merusak semua berhala yang
ada, kecuali sebuah patung yang besar. Oleh Ibrahim, di leher patung itu
dikalungkan sebuah kapak.
Mukjizat Allah: Api menjadi dingin
Akibat perbuatannya ini, Ibrahim ditangkap dan diadili. Namun ia menyatakan
bahwa patung yang berkalung kapak itulah yang menghancurkan berhala-berhala mereka
dan menyarankan para hakim untuk bertanya kepadanya. Tentu saja para hakim
mengatakan bahwa berhala tidak mungkin dapat ditanyai. Saat itulah Nabi Ibrahim
Alaihissalam mengemukakan pemikirannya yang berisi dakwah menyembah Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Hakim memutuskan Ibrahim harus dibakar hidup-hidup sebagai hukumannya. Saat
itulah mukjizat dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala turun. Atas perintah Allah, api
menjadi dingin dan Ibrahim pun selamat. Sejumlah orang yang menyaksikan
kejadian ini mulai tertarik pada dakwah Ibrahim Alaihissalam, namun mereka
merasa takut pada penguasa.
Langkah dakwah Nabi Ibrahim Alaihissalam benar-benar dibatasi oleh Raja
Namrud dan kaki tangannya. Karena melihat kesempatan berdakwah yang sangat
sempit, Ibrahim Alaihissalam meninggalkan tanah airnya menuju Harran, suatu
daerah di Palestina. Di sini ia menemukan penduduk yang menyembah binatang.
Penduduk di wilayah ini menolak dakwah Nabi Ibrahim Alaihissalam. Ibrahim
Alaihissalam yang saat itu telah menikah dengan Siti Sarah kemudian berhijrah
ke Mesir. Di tempat ini Nabi Ibrahim Alaihissalam berniaga, bertani, dan
beternak. Kemajuan usahanya membuat iri penduduk Mesir sehingga ia pun kembali
ke Palestina.
Ibrahim menikahi Siti Hajar
Setelah bertahun-tahun menikah, pasangan Ibrahim dan Sarah tak kunjung
dikaruniai seorang anak. Untuk memperoleh keturunan, Sarah mengizinkan suaminya
untuk menikahi Siti Hajar, pembantu mereka. Dari pernikahan ini, lahirlah
Ismail yang kemudian juga menjadi nabi.
Ketika Nabi Ibrahim Alaihissalam berusia 90 tahun, datang perintah Allah
Subhanahu Wa Ta’ala agar ia meng-khitan dirinya, Ismail yang saat itu berusia
13 tahun, dan seluruh anggota keluarganya. Perintah ini segera dijalankan Nabi
Ibrahim Alaihissalam dan kemudian menjadi hal yang dijalankan nabi-nabi
berikutnya hingga umat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga memerintahkan Ibrahim Alaihissalam untuk
memperbaiki Ka’bah (Baitullah). Saat itu bangunan Ka’bah sebagai rumah suci
sudah berdiri di Mekah. Bangunan ini diperbaikinya bersama Ismail Alaihissalam.
Hal ini dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 127.
Ibrahim Alaihissalam adalah nenek moyang bangsa Arab dan Israel.
Keturunannya banyak yang menjadi nabi. Dalam riwayat dikatakan bahwa usia Nabi
Ibrahim Alaihissalam mencapai 175 tahun. Kisah Nabi Ibrahim Alaihissalam
terangkum dalam Al Qur’an, diantaranya surat Maryam: 41-48, Al-Anbiyâ: 51-72,
dan Al-An’âm: 74-83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar